Rasanya Seperti Mimpi (Bagian 1)

 Salam Blogger, rekan-rekan semua...


Di tengah jam istirahat sekolah, hari ini saya sedang ingin duduk manis saja di dalam kelas. Mengamati anak-anak yang punya kesibukan sendiri dengan mainan yang mereka buat dari sedotan, lesehan di dalam kelas sembari bercerita, dan ada juga yang sedang asik menikmati bekal yang dibawanya dari rumah.

Diantara riuhnya anak-anak, saya pun turut mencari kesibukan sendiri dengan membuka beberapa aplikasi di smartphone saya. Semua media sosial sudah saya intip. Mulai dari membuka pesan singkat hingga stalking medsos orang juga 😁 Iyaa..menguntit media sosial orang 😁

Setelah lelah, saya membuka galeri hp saya. Meresfresh kembali apa saja yang sudah terabadikan belakangan ini. Oh iya...rupanya ada jejak digital liburan kemarin. Yaa..liburan semester akhir tahun kemarin. Liburan bersama orang yang tersayang yaitu suami tercinta. Liburan kali ini sangatlah berkesan. Rekan-rekan tau kemana?

BALI. Salah satu destinasi wisata yang ada di negeri ini. Satu dari sekian daerah di Indonesia Tengah yang penuh dengan keindahan dan keunikan. Setiap tujuan wisatanya memiliki daya tarik tersendiri. Benar-benar indah. Itu yang bisa saya ungkapkan.

Nah, liburan akhir semester ganjil sekaligus libur Nataru kemarin, saya dan suami pergi ke Bali. Siapa sih yang tidak ingin kesana? Saya jadi teringat, dulu ketika saya masih single, saya hanya bisa memandang-mandang dari buku ensiklopedia saja atau hanya bisa melihat dari peta atau dari buku cetak anak-anak di sekolah. Budaya dan tempat wisatanya yang hanya bisa dipandang dari sebuah gambar. Sekarang ketika statusnya sudah double dan kebetulan suami juga sudah mengajukan cuti kerja, kami merencanakan libur berdua ke Bali. Mau dibilang honeymoon juga bisa. Tapi kali ini saya menyebutnya sebagai healing 😁 karena sebelumnya rutinitas dan aktivitas yang sangat padat dari kami berdua, sampai akhirnya lupa untuk meresfresh pikiran. Emang sepadat apa sih? Nanti saya ceritakan di tulisan berikutnya.

Perjalanan kami tempuh melalui udara. Terbang dari Palembang menuju Jakarta kemudian dilanjutkan ke Bali. Di kota dekat kabupaten tempat saya tinggal, memang ada bandara kecil, hanya saja tidak banyak penerbangan disana. Dalam satu pekan hanya tiga kali beroperasi dan itu pun tujuannya hanya ke Jakarta saja. Maka dari itu saya dan suami harus meluncur dulu ke Palembang selama 6 jam dengan kereta api, kemudian esok harinya dilanjutkan dengan penerbangan dengan salah satu maskapai hijaunya Indonesia 😁

Ketika itu, pesawat hampir landing dan salah satu kru pesawat mengatakan bahwa kami akan tiba di Bali, saya berdesir. "Beneran sampai yaahh??" pikir saya. Saya menggenggam tangan suami dengan erat, macam orang yang sedang mules tak tertahankan. 😁

Kami tiba di Bali ketika hari sudah gelap. Waktu saya melihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 8.30. Lalu suami mengingatkan "Hey, beda sejam, loh." Oh iyaaa...sudah masuk WITA rupanya. Sedikit jetleg lah, selisih satu jam.

Kami menghabiskan waktu beberapa hari disana. Banyak tempat wisata yang kami kunjungi. Mulai dari wisata Pura, pantai, sampai naik ayunan besar. Bagaimana saja wisata disana? Nanti saya kisahkan di tulisan lainnya, ya.

Namun, salah satu moment berwisata yang amat sangat mengesankan bagi saya adalah ketika mengunjungi Pura Lempuyang. Rekan-rekan tau Pura Lempuyang, kan?

Ya. Pura Penataran Agung Lempuyang merupakan salah satu pura terbesar yang menjadi salah satu objek wisata di Bali dan menjadi tempat yang sangat suci bagi umat Hindu. Pura ini terletak di lereng Gunung Lempuyang yang berlokasi di wilayah Timur Pulau Dewata tepatnya di Kabupaten Karangasem.

Agar bisa sampai kesana, dari tempat penginapan saya di sekitaran Pantai Lovina, kami harus menempuh jarak selama 1,5 hingga 2 jam perjalanan. Medan yang berliuk-liuk, mendaki di jalan yang cukup ramai dan bahkan harus menerjang hujan dan angin saat itu. Hingga akhirnya kami tiba di kawasan Pura sekitar pukul 12.30 WITA. Ketika kendaraan yang kami tumpangi tiba di kawasan pura dan membayar uang masuk, sang driver pun berkata "Kata petugasnya tadi, bapak ibu turun disini terus naik shuttle bus ke atas." Haahhh..masih harus ke atas lagii???? 

Oke baiklah. Setelah membayar tiket shuttle, kami pun naik. Di dalam bus itu hanya ada 4 orang. Saya, suami dan 2 orang turis korea. Iyaaa..ada Unnie Unnie Korea. 😁

Medan yang kami lalui pun lebih horor dari liukan di awal tadi. Kali ini jalan begitu sempit, tajam dan terus menanjak. Kurang lebih 5-10 menit menuju ke kompleks puranya.

Tak lama bus pun tiba. Turun dari bus, kami membayar tiket masuk pura dan kemudian dipasangkan kain penutup bagian bawah. Semua pengunjung harus memakainya. Terkhusus bagi turis mancanegara, yang menggunakan pakaian kurang bahan 😁 petugas memakaikan kain selendang bagi pengunjungnya. 

Saya pun menoleh ke kanan dan ke kiri. Mana puranya? Rupanya masih ke atas lagi 😲 dan untuk sampai ke di area pura harus berjalan kaki. Yap, jalan kaki di tanjakan yang nyaris 90° kayaknya. Secara berat badan maksimal saya dan suami yang ditarik dengan gravitasi, butuh napas yang panjang dan iklan yang cukup lama untuk tiba disana. Nampak sekali kami kurang olahraga. 😁

Singkat cerita tibalah kami di atas dengan napas yang terengah-engah. Sebelum masuk area pura, kami diciprati air suci oleh petugasnya dan kami pun diberi nomor antrian. Ketika masuk, saya pun melihat hal yang membagongkan. Apa itu????

Dibagian selanjutnya ya rekan-rekan..



Salam sehat dan semangat rekan semua..

Salam dari Miss ChaCha


Komentar

Posting Komentar