Rasanya Seperti Mimpi (Bagian 2-Selesai)

 Salam Blogger, rekan-rekan semua..


Sebenarnya apa sih Pura Lempuyang itu? Apa saja yang dapat dinikmati disana?

Gerbang Surga
sumber: nativeindonesia.com

Pura Lempuyang ini merupakan salah satu pura yang ada di Pulau Dewata. Pura ini ramai diperbincangkan karena memiliki sebuah gapura yang besar dengan latar Gunung Agung yang gagah. Orang-orang mengatakan kalau gapura itu memiliki julukan "The Gate of Heaven". Ya..Gerbang Surga. Konon kata orang-orang yang berkunjung kesana, ketika kita berada di gapura itu, pemandangannya cantiiiikkkk sekali. Makanya tidak sedikit wisatawan baik domestik ataupun mancanegara datang kesana untuk berburu foto. 

Benar sekali. Para turis datang kesana untuk mendapatkan spot foto yang indah karena pemandangannya yang luar biasa. Disana ada 2 lokasi yang bisa dijadikan spot foto. Selain Gerbang Surga yang tadi saya sebutkan, ada juga Candi Gelung Jaba Tengah.

Candi Gelung Jaba Tengah
sumber: nativeindonesia.com

Tentu keduanya merupakan tempat ibadah ataupun upacara yang biasa dilakukan oleh masyarakat Bali. Karena merupakan tempat suci, maka ada tempat yang tidak dapat dikunjungi sembarangan. Seperti pintu tengah Candi Gelung Jaba Tengah, pengunjung tidak bisa masuk melalui pintu itu. Pengunjung hanya diperbolehkan masuk melalui pintu sebelah kanan. Ketika mengambil gambar di kedua tempat itu pun tidak bisa sembarangan. Ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan, salah satunya pengunjung tidak diperbolehkan melepas kain penutup yang sudah dipakai ketika akan memasuki area pura.

Kembali ke kisah wisata saya. Ketika masuk ke area pura, ada satu hal yang mecengangkan disana. Apa itu? Sudah banyak sekali wisatawan yang datang. Ratusan. Nampak ramai sekali disana mulai dari wisatawan domestik hingga mancanegara. Dari orang dewasa sampai ke anak-anak ada disana.

sumber: milik pribadi

Saya dan suami pun terheran-heran. "Udah sebanyak ini aja, yah Yank.." ujar suami tercinta. Orang-orang sebanyak itu rela datang demi bisa berfoto di gerbang surga. Mereka semua sedang menunggu nomor antriannya disebutkan oleh petugas disana. Sebentar!!! Nomor antrian??? Saya teringat dengan kertas kecil yang saya pegang ketika masuk ke area pura. Memang ada angka tiga digit disana.

Sembari menunggu sadar dari keterheranan itu, saya mencoba mendengar salah satu petugas menyebutkan nomor antrian pengunjung. "Seratus delapan puluh sekian.." ucap sang petugas. Saya lupa tepatnya berapa. Yang saya ingat masih di deret angka seratusan. Saya pun menyadarkan diri dengan mengambil kertas kecil yang sudah saya masukkan ke dalam tas. Ketika saya mendapatinya, taraaaa.....saya berada di nomor antrian EMPAT RATUS DELAPAN PULUH SEMBILAN. Uwaw sekali bukan?????? Harus berapa dasawarsa saya menunggu nomor saya dipanggil?? Pertanyaannya, yang mendapat nomor antrian pertama datang jam berapa yahh?? 😁 Baiklah, masih sangat amat lama dipanggil. 

Saya dan suami pun mencoba mengabadikan momen berada di Candi Gelung Jaba Tengah. Kami pun ingin berfoto berdua. Tapiiii, siapa yang akan memfotonya? Ketika kami melihat sekeliling, tiba-tiba sepintas terdengar ada sekelompok keluarga yang sedang berbincang-bincang dengan menggunakan bahasa daerah yang tidak asing di telinga kami. Ya..bahasa Batak. Kami seperti mendapatkan saudara yang bisa dimintai tolong 😅 Setelah bertegur sapa, menanyakan marga dan asal, akhirnya kami meminta tolong kepada salah satu adik disitu untuk mengambil gambar dengan henpon kami. 

Setelah selesai mengambil gambar dan berbincang dengan saudara baru itu, kami pun mencari tempat untuk merenggangkan otot kaki. Setelah berjalan mendaki gunung lewati lembah untuk mencapai pura, betis dan telapak kaki terasa kencang sekali. Kami pun menemukan sudut balai yang kosong disana. Kami pun duduk berdua diantara para warga yang sedang mempersiapkan hiasan pura menjelang acara Galungan yang akan dilakukan di bulan Januari. 

Cuaca semakin gelap. Awan mulai menghitam. Udara semakin dingin. Sejak kami sampai di pura itu memang cuaca mendukung untuk berjalan, karena tidak terik. Tapi tidak mendukung untuk berfoto, karena nampak akan hujan deras. Dan benar saja, ketika masuk ke antiran dua ratusan, byuuuurrrrrr....hujanpun turun. Perlahan tapi pasti. Mulai dari rintik hingga akhirnya tumpah. 

Saya mengira sesi foto akan ditunda sampai hujan reda. Tapi jika ditunda, kami yang empat ratus sekian ini kapan fotonya??? Rupanya tidak. Petugas tetap melanjutkan panggilan. Hujan semakin deras, banyak nomor antrian yang terlewat. Mungkin dikarenakan hujan dan lama menunggu, beberapa pengunjung akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi tidak sedikit juga yang setia menunggu dan bahagia bisa berfoto ria di tengah derai hujan. 

Perjalanan dari dua ratus hingga empat ratus tidak terasa lama. Setiap nomor yang ingin berfoto diberi kesempatan 5 kali berfoto. Sendiri boleh, bareng boleh, pokoknya semua kebagian sesi. Di tengah antrian itu, saya mulai tidak berselera untuk menunggu. Mood pun mulai berantakan. Hujan. Lama. Lapar. Dan yang mengesalkan, suami masih sibuk telpon sana sini di masa cutinya. Sabaarrr..

"Empat ratus lima puluh sekian.." ujar petugasnya. "Wah, sebentar lagi" pikirku. Mood dan raut wajah mulai berubah. Suami pun mulai mencari celah untuk memancing senyum dengan mengajak mengarang gaya atau pose yang akan dilakukan pada sesi foto nanti. Kami melihat sekitar. Rupanya para turis mancanegara sudah sibuk mencari referensi dari orang-orang sebelumnya yang sudah berfoto. Mereka mensimulasikan pose-posenya di tempat yang kosong. Terlihat lucu, tapi perlu. Kan tidak mungkin ketika sudah dipanggil, masih akan berdebat dengan pose?😁

Kami berdua pun tidak mau ketinggalan. Sibuk mendeskripsikan harus bagaimana-bagaimana, tapi tidak mensimulasikannya seperti orang-orang. Yang penting eksekusinya pas.

Tibalah ke nomor antrian empat ratus delapan puluh. Masuk ke pukul 17.00 WITA. Perut saya mulai melilit. Bukan karena sembelit tapi karena gugup dan malu mau pose apa dan harus bagaimana di tengah khalayak ramai itu. Rupanya sudah sore sekali. Hampir 3 jam menunggu. Tapi untungnya, pengunjung mulai berkurang jadi tidak merasa malu-malu sekali lah.

"Four hundred and eighty nine." 489-nomor antrian kami dipanggil. Ya..karena banyak turis asing, maka petugas wisata selalu menggunakan bahasa Inggris dan menterjemahkannya bagi kami orang domestik. Oke baiklah. Handphone pun kami berikan ke petugas foto. Masih dengan hujan yang lumayan membuat basah-basah sejuk, kami pun beraksi. Mulai memperagakan beberapa pose yang sudah disepakati dan bahkan diluar ekspektasi. Lalu selesai. Tidak sampai 10 menit. Menunggu berjam-jam demi foto yang belum tau bagaimana hasilnya.

Selesai berfoto, kami pun bergegas turun. Masih dengan derai hujan dan tubuh yang menggigil kedinginan. Untungnya kami membawa payung, jadi tidak membuat kami basah kuyub. Kami pun pulang dengan menuruni jalan terjal yang kami lewati siang tadi dan juga shuttle bus yang sudah siap mengantar ke parkiran awal tadi. 

Sayangnya, saya dan suami tidak sempat menikmati pemandangan di balik Gerbang Surga itu. Selain karena buru-buru untuk berpose dengan waktu yang singkat, hujan, kabut dan senja pun menutupi megahnya pemandangan Gunung Agung yang berada tepat di hadapan kami.

Tidak apa. Semuanya terbayar lunas dengan hasil foto yang bagus dan juga kesan yang indah.

Tidak sia-sia bisa berwisata kesana. Rasanya pun masih seperti mimpi. Rekan-rekan bisa mencobanya dan merasakan sensasinya. Pasti tak akan terlupakan.



Salam sehat dan semangat rekan semua..

Salam dari Miss ChaCha

Komentar

  1. War biasa cik Gu...smkin lebar nich sayapnya😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba-coba pak..hehehe
      Ayo ikutan Pak Met

      Hapus

Posting Komentar